iklan

Mengapa Aksara Lontarak tidak Memiliki Huruf Mati?


Mengapa Aksara Lontarak tidak Memiliki Huruf Mati?. Pertanyaan ini kerap kali muncul dari teman-teman guru. Dalam tulisan ini saya mencoba menuliskan alasannya.

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan mengikuti sebuah workshop. Senang dan beruntung rasanya bisa mengikuti workshop tersebut. Workshop tersebut bertema penyusunan kurikulum muatan lokal bahasa daerah tingkat provinsi sulawesi selatan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 9-11 Februari 2023. Kegiatan ini dihadiri oleh pakar bahasa budaya, dan sastra dari 3 perguruan tinggi di makassar. Beliau adalah Prof. Hj. Kembong Daeng dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Mukhlis Hadrawi dari Univerisites Hasanuddin (UNHAS), Drs, Simon Petrus dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Makassar

Materi pertama disampaikan oleh Prof. Hj Kembong Daeng. Dalam pemaparannya beliau menyampaikan bahwa bahasa daerah pasti akan punah, karena itu yang bisa kita lakukan adalah upaya pelestarian dan upaya meminimalkan kepunahan tersebut. Beliau juga menyampaikan bahwa mempelajari bahasa, itu mesti selalu dikaitkan dengan budaya dan sastranya. Karena itu adalah satu kesatuan. Beliau juga memberikan motivasi menulis khususnya dalam hal bahasa budaya dan sadtra daerah. Ini merupakan upaya kita untuk melestarikan bahasa daerah

Materi kedua disampaikan oleh Prof. Mukhlis Hadrawi, beliau banyak menyinggung tentang aksara lontarak. Menurut beliau, Aksara lontarak pada mulanya disebut sebagai lontarak jangang-jangang. Disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai Jangang (ayam). Aksara jangang-jangan ini digunakan cukup lama 17 M sampai 19 M, setelah itu berganti dengan aksara lontarak sulapak appak. Yang digunakan hingga sekarang.

Mengapa aksara lontarak tidak memiliki huruf mati?

Menurut Prof. Mukhlis Hadrawi itu memiliki makna filosofis, bahwa dimanapun bugis makssar merantau. Tidak boleh hidupnya sengsara apalagi sampai “mati”. Jika merantau hidup harus lebih baik daripada saat di kampung halaman. Itulah makna aksara lontarak yang tidak memiliki huruf mati.

Kemudian materi ketiga disampaikan oleh Bapak Drs. Simon Petrus dari UKI, beliau banyak menyinggung tentang budaya, bahasa dan sastra toraja.

Sebagai kesimpulan dari kegiatan ini bahwa bahasa pasti akan hilang, seiring habisnya penutur bahasa ibu. Karena itu sedini mungkin perlu dilakukan upaya-upaya pelestarian salah satu yang paling baik adalah mengajarkannya di sekolah-sekolah. Kebijakan dan Perangkat-perangkat untuk terlaksananya pembelajaran bahasa daerah di sekolah harus disiapkan oleh pemerintah.

Guru Sunardi I am a teacher. Selengkapnya bisa lihat di halaman "About Me' di blog ini

Belum ada Komentar untuk "Mengapa Aksara Lontarak tidak Memiliki Huruf Mati?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel